UNGKAPAN HATI SEORANG PEMIKIR
KORUPTOR DAN TIKUS KANTOR, APA BEDANYA?
Apa bedanya Koruptor dan tikus kantor? Ada yang tau?…menurut saya sih bedanya terletak pada penampilan fisik, bro… Kalo koruptor itu punya jabatan, kedudukan dan kewenangan. Trus berdasi, hidup di lingkungan yang bersih, kelimis dan sangat necis. Nah kalo tikus kantor adalah termasuk binatang pengerat yang menetap di tempat kotor, suka memakan apa saja yang ditemukan. Ketemu kertas yah dimakan, ketemu lem, kabel, sandal, sepatu semuanya dimakan. Selebihnya dari kedua subyek tersebut adalah sama – sama ciptaan Tuhan. Hanya saja, Koruptor ternyata itu lebih hina dari tikus kantor. Lho…koq …ya iyalah masa ya ya dong. Bayi aja dibedong, masa koruptor digendong?…. (dibanting aja,….bro…)
Koruptor adalah makhluk yang perfektif, Ia diberikan akal pikiran, ilmu, tempat yang terhormat dan memiliki fasilitas yang lebih dari sekedar cukup. Derajatnyapun lebih superior dari binatang. Namun demikian, sifat rakusnya melebihi binatang yang lapar sekalipun. Ia bisa memakan apa saja, termasuk makan semen, pasir, aspal dan lain sebaginya. Dia juga mampu menyulap angka-angka bak seorang pesulap David Coferfield, lho…Mampu mengmark-up angka-angka pada Anggaran maupun pada angka data statistik. Bahkan ia pandai berakting dengan memainkan peran wataknya yang hanya bisa diperankan oleh aktor sekaliber Dedy Mizwar. Weeleeeeh…..
Koruptor memang bukan tikus kantor, tetapi identik karena harta bendanya diperoleh dari hasil yang kotor-kotor, persis seperti yang dilakukan oleh tikus kantor. Yah, namanya juga tikus, bro… mo tikus loteng, tikus got, tikus sawah tetap aja bikin kita geli. Rumah siapa sih yang mau dihuni banyak tikus? Nah, jika Anda kebetulan menjumpai tikus-tikus di rumah cepatlah beli Anti Tikus. Terserah mo beli racun tikus, lem tikus, yang penting rumah kita sehat, bersih dan nyaman. Maka dari itu, agar negeri yang tercinta ini dapat menjadi Negara yang sehat, bersih dan nyaman …Ayo mari kita bersama-sama perangi tikus-tikus….
Koruptor adalah makhluk yang perfektif, Ia diberikan akal pikiran, ilmu, tempat yang terhormat dan memiliki fasilitas yang lebih dari sekedar cukup. Derajatnyapun lebih superior dari binatang. Namun demikian, sifat rakusnya melebihi binatang yang lapar sekalipun. Ia bisa memakan apa saja, termasuk makan semen, pasir, aspal dan lain sebaginya. Dia juga mampu menyulap angka-angka bak seorang pesulap David Coferfield, lho…Mampu mengmark-up angka-angka pada Anggaran maupun pada angka data statistik. Bahkan ia pandai berakting dengan memainkan peran wataknya yang hanya bisa diperankan oleh aktor sekaliber Dedy Mizwar. Weeleeeeh…..
Koruptor memang bukan tikus kantor, tetapi identik karena harta bendanya diperoleh dari hasil yang kotor-kotor, persis seperti yang dilakukan oleh tikus kantor. Yah, namanya juga tikus, bro… mo tikus loteng, tikus got, tikus sawah tetap aja bikin kita geli. Rumah siapa sih yang mau dihuni banyak tikus? Nah, jika Anda kebetulan menjumpai tikus-tikus di rumah cepatlah beli Anti Tikus. Terserah mo beli racun tikus, lem tikus, yang penting rumah kita sehat, bersih dan nyaman. Maka dari itu, agar negeri yang tercinta ini dapat menjadi Negara yang sehat, bersih dan nyaman …Ayo mari kita bersama-sama perangi tikus-tikus….
Ternyata tikus memang makhluk Tuhan yang sangat sulit untuk ditangkap. Soalnya tikus itu begitu lihai bersembunyi. Baru saja kita lihat dalam karung yang kecil, tiba-tiba tanpa sepengetahuan kita sudah berada dalam karung beras yang besar. Bila sedikit saja kita melangkah mendekatinya kemudian sudah lari ke karung yang lain lagi.
Cerita teman saya, katanya tikus juga sudah pinter-pinter. Beberapa kali dia membuat perangkap selalu terhindar yang dari perangkap yang dia buat. Bahkan dia coba dengan lem yang memang dikhususkan untuk menangkapnya yaitu lem tikus, ternyata itu pun tidak mempan.
Anehnya, tikus sekarang sudah mampu membaca tanda-tanda zaman. Dia mampu membaca mana perangkap atau bukan. Kata teman saya itu, tikus dirumahnya itu bahkan melompat karena tahu bahwa itu lem jebakan untuk dia. Memang tikus-tikus sekarang beda dengan tikus-tikus yang dulu, guman teman saya pada suatu ketika.
Kenapa berbeda? Menurut teman saya, Karena kalau tikus yang dulu itu tinggal di got-got atau disemak-semak yang konotasi jorok. Tetapi tikus saat ini, memang awalnya tinggal ditempat jorok, tetapi kemudian mereka sudah pindah ke tempat-tempat yang bersih, mewah dan serba wah lainnya. Bahkan tikus sekarang, kata teman saya, tidak bisa tidur kalau tidak AC dengan alasan kepanasan. Paling mengemaskan lagi tikus saat ini pinter membentuk koalisi bahkan dengan kucing sekalipun padahal kita sama-sama tahu tikus dan kucing sejak dulu tak pernah akur, sehingga siapappun yang menangkapnya mereka tetap saja tak tertangkap, karena ada teman koalisi yang akan membantu.
Aduh namanya juga tikus, paling pinter berkelit.
Dunduh pada Kompasiana pada hari Senin 12 April 2010
oleh : Eli Rusli
| 21 November 2009 | 12:41
TIKUS SIALAN
Tikus sialan.” Sampah berserakan. Istriku ngomel-ngomel. Lantai semen yang kotor semakin kotor. Cape aku.
Sudah hampir lima tahun aku tinggal di sini. Sejak kedatanganku disini, dua ekor anak tikus menyambutku. Yang satu mati, aku pukul dengan kayu. Satunya lagi kabur dan muncul sewaktu-waktu ketika aku lengah. Padahal aku berharap tikus itu pergi jauh dan tak usah kembali lagi karena aku mau tinggal disini.
Harapanku meleset. Sang tikus masih betah. Berat badannya bertambah. Bukan sampah saja yang diacak-acak. Dia mulai berani mengobok-obok lemariku. Telur, terigu, sayuran diembatnya. Yang bikin aku jengkel dan marah, benih cabeku yang baru berdaun empat habis disikatnya. Hanya disisakan gelas aqua yang tanahnya tumpah kemana-mana. Dasar tikus kurang ajar.
Hampir lima tahun aku mengejar tikus, namun tidak ada hasilnya. Tikusnya lebih pintar dari yang aku duga. Anehnya lagi, dia hanya berani mengacak-ngacak isi dapurku, dan tidak pernah mau ke dalam rumah.
Istriku sudah tak sabar. Dia mulai mengancam. Jika aku tak mampu membunuh tikus itu, dia akan pulang ke rumah mertuaku. Aku berpikir dan terus berpikir. Aku tidak ingin ancaman istriku jadi kenyataan. Jika istriku pergi. Siapa yang akan melayani aku ? Dan tentu saja anakku akan di bawa pula. Aku pasti kesepian.
Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Aku harus berhasil membunuh tikus itu. Aku tidak ingin keluargaku berantakan gara-gara tikus. Aku harus lebih pintar dari dia.
Aku mulai mencari akal. Dengan jebakan tikus, lem, sudah tak mempan. Jika aku kasih makanan beracun juga tidak mungkin. Jika mati, entar gak ketahuan bangkainya.
“Yah! Pelihara kucing gede aja,” kata anakku. “Biar kaya di tv.” Aku tersenyum. Anakku telalu banyak nonton Tom & Jerry di televisi. Dia hanya tahu bahwa kucing itu adalah musuhnya tikus. Mending kalau tikusnya mati. Gimana kalau enggak. Makanannya malah habis sama kucing. Soalnya tikus dan kucing itu sama-sama maling. Tapi idenya bagus juga dan masuk akal.
Akhirnya aku dapetin kucing dari tetanggaku. Dan harus menyewa seharga 10 ribu per hari ditambah makanannya harus disediain sendiri. Gila. Memang tetangga gila. Tak ada rasa sosial di jaman serba susah ini.
Sejak ada kucing di rumahku. Tikus memang jadi jarang masuk dapur. Istriku bukannya senang malah tambah marah. Jatah belanja dan makan jadi berkurang. Karena harus berbagi sama kucing. Ikan yang baru digoreng hilang diembat kucing. Jika tikus datang, dapur berantakan dijadian arena bermain kejar-kejaran.
Karena tidak memberikan hasil positif, aku kembalikan kucing itu ke tetanggaku. Dia bukannya senang kucingnya kembali. Dia malah sedih. Penghasilannya berkurang. Dan pengeluarannya bertambah karena harus kembali memberi makan kucingnya.
Sudahlah, aku tak peduli. Tetanggaku mau senang, sedih itu urusan dia. Lagian dia sudah kaya. Mobil, motor, rumah mewah dia punya. Masa kehilangan 10 ribu perak dan kasih makan tikus saja jadi masalah besar. Jangan-jangan kreditan semua. Atau… Memang hobinya dia, segala sesuatu mesti diukur dengan uang. Kan, sekarang jaman modern. Jaman serba uang dan tidak perlu adanya kepedulian terhadap sesama.
Aku kembali ke rumah. Kudapati istriku ngomel-ngomel lagi. “Tikus gila, ya. Beraninya ngacak-ngacak dapurku. Awas! Jika tertangkap, ku bunuh kamu!” Aku berhenti di pintu dapur. Sampah berserakan di lantai semen yang kotor.
“Yah! Jika sampai besok pagi, tikus itu belum tertangkap. Aku pergi ke rumah bapak.” Istriku kembali mengancam. Dia sudah marah, kesal, putus asa,dan bosan. Persis korban lapindo yang kasusnya tidak pernah selesai dan wajahnya selalu akrab menghiasi televisi.
Hari menjelang malam. Awan hitam hilir mudik ditiup angin. Hujan tak kunjung datang. Seisi rumah terasa panas. Kipas angin butut yang berderik sedikit mengurangi kucuran keringat dari seluruh tubuhku. Hatikupun masih marah, kesal, dan bingung belum bisa menangkap tikus sialan itu. Senyum koruptor di televisi mengejek ketidakmampuanku itu. Dia enak saja senyum kanan kiri, diphoto pula tanpa merasa malu dan berdosa.
Dalam kamarahanku, aku tertidur. Terlelap sendiri di kamar sebelah yang hanya beralaskan karpet merah. Aku didatangi tikus besar, matanya melotot, dan siap mencakar. Cakarnya mulai mendekati tanganku. Aduh…! Aku mundur. Kaget dan terbangun. Seekor tikus sedang mengorek tanganku. Dalam sekejap kutarik tanganku dan melompat. Tikus kaget dan bersembunyi dibalik kardus bekas televisi.
Kunyalakan lampu dan kututup pintu kamar ukuran 3 x 4 itu. Inilah kesempatanku. Tikus yang selama ini aku kejar, akhirnya datang juga. Beraninya dia. Tanpa diundang dan tidak biasanya dia masuk ke dalam rumah.
Aku keluar sebentar. Mengambil sepotong kayu seukuran tanganku. Kugeser dus, dimulailah pertarungan ini. Bruk… brak…bruk… brak…. Suara itu itu kerap terdengar. “Yah, ada apa?” Istriku setengah berteriak dari kamar sebelah. “Diam aja! gak usah ke sini! Aku lagi mengejar tikus, “ jawabku.
Setengah jam kemudian, tikus itu kelelahan. Ketika mau melompat ke pintu kamar,. aku pukul dengan kayu ditanganku. Dia diam. Tetapi belum mati. Dia hanya mengeluarkan napas pendek dan sudah tidak berdaya. Aku kasihan melihatnya. Matanya seperti meminta belas kasihan.
Aku masih belum membunuh tikus itu. Hati kecilku mengatakan bahwa tikus juga mahluk hidup sama seperti aku. Dia butuh makan, minum, juga tempat tinggal. Dia mencuri dengan mengacak-ngacak dapurku mungkin juga karena terpaksa. Kemana dia harus mencari makan, kalau tidak mencuri di dapurku. Dia juga mencuri hanya sedikit, tidak seperti koruptor yang makan uang rakyat, dan hidup bermewah-mewahan, padahal masih banyak rakyat yang makan kekurangan gizi. Lebih menyakitkan lagi mereka ada yang kabur ke luar negeri segala.
Tapi bagiku tikus tetap tikus. Yang namanya mencuri, mau banyak atau sedikit tetap mencuri dan harus dihukum. Apalagi ini membahayakan keutuhan keluargaku. Gara-gara tikus istriku mau pulang ke rumah mertuaku.
Dengan satu pukulan, tikus itupun mati. Dan aku berharap menjadi pelajaran bagi tikus-tikus lain, agar tidak berani mencuri di dalam rumahku.
Hari menjelang shubuh ketika bangkai tikus itu aku bungkus dengan keresek hitam dan dibuang di tempat sampah depan rumahku.
“Yah, dibuang kemana bangkainya?” Aku sedang nonton liputan enam pagi. “Itu! di depan, di tempat sampah!” Mataku masih menyaksikan koruptor perlente yang tebar senyum ke kamera. “Buang yang jauh dong, Yah! Entar baunya kemana-mana. Lebih baik ke sungai aja, biar terbawa arus.” Istriku tidak mau aku membuang bangkai tikus di depan rumah. Ia tidak mau bangkai tikus itu mengeluarkan bau dan menyebar di sekitar rumahku.
Aku berangkat kerja. Bangkai tikus di keresek hitam kusimpan di gantungan motor. Sesuai intruksi istriku, aku akan buang bangkai tikus itu di sungai. Di jembatan sebelum pabrik, aku buang bangkai tikus sialan itu. Bangkai tikus bercampur dengan air sungai yang sudah tidak bening lagi karena tercemar limbah industri.
Bangkai tikus terbawa arus air. Kereseknya sudah tidak kelihatan lagi. Air hitam membalut bangkai tikus yang akan berakhir entah dimana. Tikus itu sudah tamat riwayatnya. Aku gembira, istriku tak jadi pulang ke rumah bapaknya. Motor melaju pelan, meninggalkan jembatan saksi bisu pembuangan tikus.***